Sequel Ch11 : We are in a love story
Lita terus ditarik Rena untuk tetap berjalan. Padahal, nafasnya sudah mulai memburu akibat kelelahan
"Rena.. apakah.. apakah kita bisa berhenti untuk beristirahat?" Tanya Lita dengan nafas terengah-engah.
"Tidak Lita. Kau sedang dalam bahaya sekarang" ucap Rena tanpa melepaskan pegangannya pada tangan lita.
"Ayolah Rena... Aku sudah sangat lelah"
"Tidak lit,"
"Tapi, aku cape"
"Apa kau lihat ada ruko disana? Itulah tempat persembunyian kita. Cepat, sebelum mereka datang kesini"
Dengan terpaksa, Lita berjalan mengikuti Rena untuk bersembunyi di ruko itu. Tanpa Lita tahu, bahwa bahaya yang sebenarnya ada didepan matanya.
Krieet
Pintu ruko terbuka ketika Rena membuka pintu. Bruk. Lita terjatuh dilantai.
Lita memandang aneh Rena yang kini malah mendorongnya kencang untuk masuk kedalam.
"Aw, sakit na" keluh Lita ketika siku nya bergesekan langsung dengan lantai.
CEKLEK
"Loh, Rena.. kenapa pintunya dikunci?" Ucap Lita heran. Namun, Rena tidak menjawab dan membelakangi Lita.
"Rena..?" Ucap Lita sedikit khawatir.
"Kau tak apa apa kan?" Lita kemudian menghampiri Rena yang terus saja berdiri didepan pintu. Tangannya menyentuh pundak Rena. Namun, dengan kuat rena menepis tangan lita dan membuat Lita meringis.
"Kamu kenapa sih Rena?"
"Aku baik baik saja Lita. Walaupun kau sudah merebut kebahagiaanku" ucap Rena dingin dan kemudian berbalik badan menghadap Lita. Lita tersentak kaget, dengan perlahan ia mundur ketika Rena perlahan mendekatinya dengan tatapan datar dan seringai mengerikan yang tercetak di wajah nya.
"Re-rena..." Ucap lita terbata karena mungkin takut.
"Kenapa kau seperti itu?" Tanya Rena datar
"..."
"Lita.. bukankah jika melakukan kesalahan, harus ada balasan dan resiko?"
"Tentu saja"
"Apa kau tau kesalahanmu apa?"
"Ti-tidak"
"Kenapa tidak?"
"Kita baru bertemu dan...-"
"benarkah?" Tanya Rena. Lita langsung mengangguk.
"Akan ku beri tau kesalahanmu..."
"kesalahan mu adalah karena Kau telah merebut milikku. Dan balasannya untuk itu adalah... Mati" ucap Rena disertai dengan tawa menyeramkan. Membuat Lita langsung melotot kaget. Tiba-tiba perkataan ken terngiang di dalam otaknya
"Nyawamu dalam bahaya Lita"
"Ada yang berniat mencekakaimu"
Lita berpikir keras. Apa Rena orang yang berniat mencelakai ku? Batin lita. Lita terus berpikir dan tanpa disadari olehnya, Rena sudah ada dihadapannya dengan sebuah seringai.
___***___
Zaen keluar dari mobilnya. Ia menatap bangunan dihadapannya dengan tatapan sulit diartikan. Ia lalu merogoh sakunya, dan kemudian mengetik nomor seseorang untuk dihubungi
"Halo.."
"Dimana kalian?"
"Bos? Kami terjebak macet bos"
"Ck, bisakah kalian cepat? Aku sudah mendapatkan alamatnya."
"Kami sudah dekat dengan lokasi mu bos"
"Secepat itu?"
"Kami memang terjebak macet. Tapi, ketika aku melihat ke jendela, aku melihat mu bos"
"Bagus, dimana kau sekarang ?"
"Dibelakang mu bos"
Pip.
Zaen memutuskan sambungan telepon nya. Ia menatap anak buahnya yang kini sudah ada dihadapannya.
"Apa tugas kami bos?"
"Apa kalian membawa polisi kesini?"
"Mereka sedang dalam perjalanan"
Zaen bernafas lega ketika mendengar jawaban dari anak buahnya itu. Buru-buru ia menghubungi Roni sensei
"Halooo Paman.."
"Zaen, bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan alamatnya?"
"Sudah.. kapan Paman kesini?"
"Sepertinya itu mustahil"
"Maksudnya?"
"Rumah kami dikepung zaen, anak buahku belum sampai sampai kesini"
"Dijalan macet Paman"
"Kau tangani saja dulu situasi disana... Aku akan menyusul"
"Baiklah"
Zaen langsung memutuskan sambungan telepon nya. Ia tidak menyangka jika Rena akan berbuat sejauh ini.
Di dalam ruangan...
PLAK
Lita langsung tersadar dari lamunan nya. Ia memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Rena. Lita memandang Rena was was.
" Apa yang kau lakukan?"
"Menamparmu. Apa lagi?"
"Kenapa kau melakukan semua ini ?"
"Memangnya kenapa?? Masalah buatmu?"
"Tentu saja... Kau telah membuat-"
"Membuat apa?"
"Kau memang tidak punya hati. Kau membuat kak ken dan fina menjadi korban "
"Hatiku sudah mati sejak dulu,... Kenapa kau menyalahkan ku?"
"Karena kau yang membuat mereka seperti itu. Kau merencanakan semua ini kan?"
"Kenapa kau menyalahkan ku? Mereka saja yang ikut campur dalam rencana ku. Salah mereka."
"Kau memang wanita kejam"
"Jika aku kejam, lalu kau apa...?"
"Sekarang, katakan apa mau mu. Aku sudah muak dengan semua ini"
"Wah, kau orangnya to the point sekali. Padahal aku ingin bermain main dulu denganmu"
"Cepat katakan"
"Jauhi Raihan."
"Dalam mimpimu"
"Kau berani melawan ku?"
"Untuk apa aku takut padamu?"
"Oh, seperti itu"
Rena maju selangkah untuk mendekat kearah Lita. Lita memandang nya sengit walaupun didalam hati ia sudah sangat takut dan was-was. Rena bisa saja melakukan hal tidak terduga bukan.
"Aku peringatkan sekali lagi, jauhi Raihan atau.."
"Tidak akan"
"...mati"
"Aku tidak akan menyerahkan Raihan wanita sepertimu. Walaupun, aku mati sekalipun"
"Tapi... Jika kau mati, bukankah itu sia-sia?"
"Apa maksudmu?"
"Kau mati, artinya tidak akan ada yang menghalangi ku untuk mendapatkan Raihan."
"Biarkan saja. Kau terlalu percaya diri kalau Raihan akan menerima mu"
"Tutup mulutmu, ja***ng"
"Jika aku ja***ng, lalu kau apa??"
"Tutup mulutmu itu"
DOR
PRANG
Lita tersentak kaget ketika Rena menembak pas bunga yang ada disampingnya. Untungnya, pecahan nya tidak mengenai kakinya.
"Itulah peringatan untukmu. Sekali lagi kutanya. Raihan atau nyawa"
"Raihan" ucap Lita tegas dan yakin. Membuat Rena menyeringai dan mengacung kan pistolnya kearah Lita. Lita berdoa dan memantapkan hatinya. Ia sudah siap sekarang.
"Untuk semua orang... Maafkan aku."
Rena kini sudah siap untuk menembak Lita. Ia memilih untuk langsung menembak dikepala. Agar lita bisa langsung koid. Ia menarik pelatuknya dan...
BRAK
Suara pintu didobrak membuat keduanya menoleh. Diambang pintu terlihat Zain yang memandang mereka dengan napas yang terengah-engah.
"hentikan semua itu Rena" ucapnya sambil melangkah kearah keduanya.
"Jangan mendekat"
"Hentikan semua itu Rena. Maafkan aku, maafkan kesalahan ku yang dulu, kesalahan yang membuatmu seperti ini. Kumohon, kembali lah menjadi Rena ku yang dulu" ucap Zain membujuk Rena
"SUDAH KUBILANG JANGAN MENDEKAT" ucap Rena sambil mengarahkan pistolnya pada Zain
"Aku tau aku salah karena melarang mu berpacaran dengan Raihan dulu dan mengirim mu ke amerika. Maafkan aku Rena, kumohon. Lupakan Raihan, lupakan obsesi mu itu. Raihan sudah bahagia sekarang"
"Semudah itu kah kau meminta maaf. Tidak taukah kau kalau aku selama ini menderita akibat ulahmu hah?"
"Rena. Kumohon, jangan lakukan hal lebih jauh lagi. Sudah cukup fina dan ken yang menjadi korban. Kau masih normal, kau bukan pembunuh Rena. Sudah cukup dua nyawa melayang akibat ulahmu"
Lita tersentak mendengar hal tersebut. Maksud Zain dengan dua nyawa melayang itu... Fina dan ken? Mata Lita langsung berkaca-kaca menahan tangis
"Akan ku lakukan apapun untuk mendapatkan Raihan"
"Kau pikir, dengan melakukan hal ini Raihan akan melihatmu? Justru itu membuat Raihan semakin membencimu. Coba renungkan baik-baik Rena"
"AKU TIDAK PEDULI"
"Rena..."
~000~
Roni sensei dan keluarganya terlihat berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit. Setelah kabur dari kepungan anak buah Rena, mereka berhasil menyusul ke rumah sakit. Setelah bertanya di repsesionis, mereka tau bahwa ruang rawat fina ada di ruangan 219. Sedangkan ken ada di ruangan 220.
Raihan, Bu Ratna dan Roni sensei berjalan ke ruangan ken sedangkan si kembar memilih ke ruang rawat fina
Ryan menatap tubuh terbaring di depannya dengan pandangan sendu. Dengan selang oksigen di hidungnya, kepala yang diperban, wajah yang penuh memar dan tangan yang diinfus cukup membuat ryan meringis. Melihat gadis yang dicintainya menderita juga membuatnya menderita
"Hey macan... Aku datang..."
Tidak ada yang menjawab, hanya ada suara monitor jantung di sebelah tubuh fina yang berbunyi. Brian memilih untuk duduk di sofa sembari memperhatikan kakaknya berbicara
"Kau munafik sekali. Kau mengingkari janji. Kau bilang akan bisa menjaga dirimu. Tapi apa ini? Kenapa kau malah terjebak dalam keadaan mengenaskan seperti ini?"
"..."
"Jawab aku. Kau punya mulut kan? Kenapa kau tidak menjawab ku? Hah kenapa?"
"Kakak..." Panggil Brian seraya mendekat, mencoba menenangkan tapi tangannya ditepis oleh ryan begitu saja
"Diam Brian. Aku sedang berbicara dengannya. Aku benar kan? Dia mengingkari janji nya. Janji untuk tetap dalam keadaan baik-baik saja ketika pulang. Tapi apa yang kulihat sekarang? Kenapa dia seperti ini"
"Kakak sudahlah"
"Kenapa hah? Kenapa kau lakukan itu padaku? Kenapa kau selalu membuat ku khawatir? Kenapa kau selalu membuatku tak tenang karena terus memikirkan mu?"
"..."
"Jawab aku!!!... Kenapa?? Kenapa kau membalas ku dengan kau terbaring disini? Apa kau puas membuat ku seperti ini? Apa kau puas?JAWAB AKU FINA"
"Kakak..."
"Kenapa? Hiks..hiks.. kenapa kau lakukan ini...? Tak.. tau kah kau.. hiks aku mencemaskan...mu.. hiks aku membencimu bodoh, kenapa kau selalu melakukan hal yang bodoh?"
"Harusnya hiks... Harusnya aku mencegah dia ikut kak ken waktu itu... Hiks... Harusnya aku melarangnya waktu itu... Hiks itu salahku Brian, itu salahku"
"Hiks...hiks... Aku membencinya Brian. Kenapa dia selalu mementingkan egonya? Kenapa dia tidak pernah mendengar kan aku?"
Brian memeluk tubuh kakaknya yang mulai menangis. Bagaimanapun, mereka itu kembar, mereka terikat. Jadi, apa yang dirasakan ryan dapat dirasakan olehnya
"Aku membencimu bodoh. Aku membencimu. Kau ingkar janji mu, hiks.. hiks"
BRAK
Suara dobrakan pintu membuat keduanya menoleh. Disana, ada Lita, Rena dan Zain diambang pintu dengan nafas tidak teratur
"Fina..." Seru lita sembari menghampiri tubuh temannya yang sedang terbaring lemah
"Fin..." Lita menatap iba fina. Tubuh temannya itu lemah, berbanding terbalik dengan sehari hari yang sok kuat dan sok tegar
"Mau apa kau disini?" Tanya sinis Brian pada Rena yang hanya dibalas tundukan oleh Rena
"Kak Ryan.. sudahlah, fina bakal sedih jika melihatmu seperti ini" bujuk Lita ketika melihat ryan yang sudah banjir dengan air mata
"Dia pasti sedang tertawa mengejek bukannya sedih Lita"
"Sudahlah kak. Katanya kau gentle abis, kalau kayak gini, kau jadi abis gentle nya"
"Berisik ta berisik"
"Eh Lita?" Tanya seseorang kembali menarik perhatian mereka. Disana ada rossana yang sedang membawa secangkir kopi hangat
"Oca? Kenapa kamu disini?" Tanya Lita heran
"Ah, aku disini soalnya nemenin fina. Tadi aku nemuin fina dijalan, yaudah aku anterin ke rumah sakit" jelas rossana
Lita mengangguk mengerti ketika melihat kaos putih rossana yang ada noda darahnya.
"Jadi, kau yang mengantar fina kesini?" Tanya ryan yang masih sesegukan akibat menangis
"Iya"
"Terimakasih kuucapkan. Kau telah menyelamatkan fina dan kakakku"
"Tak apa, fina adalah temanku juga. Aku tidak tega melihatnya terbaring sendirian seperti jomblo kesepian"
"Hahaha,, ternista emang"
"Apa ini yang dinamakan pertemanan?" Gumam lirih Rena yang dapat didengar oleh Zain
"Iya, kau terlalu tenggelam dalam obsesimu sampai tidak merasakan namanya teman" balas Zain dengan berbisik. Rena langsung menatap wajah kakaknya itu yang hanya dibalas senyuman oleh Zain
Hei, masih inget gak sama cerita ini?
Dilanjutin nih walau dikit gpp kan?
Nemu ide pas di wc tadi
Hehe :v
Canda
Typo, kegajeaan, kagak nyambung, sama fell yang gak kerasa mohon dimaklumi
Sekian
Dahh
Makasih udah mau baca
Komentar
Posting Komentar